Diposkan pada Pendidikan, Pengabdian, Travel

Merajut Mimpi, Merangkai Asa di Negeri Laskar Pelangi : Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 (Part I)

“Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu, Andrea Hirata”

Barangkali ini adalah salah satu kata-kata motivasi yang selalu menggaung di hati dan pikiran saya. Tak terasa, hampir 9 tahun saya memeluk mimpi satu ini. Mimpi untuk dapat mengijakkan kaki di negeri Laskar Pelangi.

Mimpi itu dimulai ketika saya berulang tahun ke 12. Pada saat itu ayah yang sedang bekerja di Jakarta mengirimkan saya sepaket novel. Saya bahkan tidak mengenal penulisnya siapa. Tapi ayah paham betul dengan anak perempuan satu-satunya ini. Mengenai kesukaannya membaca, apalagi membaca mengenai buku-buku terkait motivasi mimpi. Maklum anak perempuannya tersebut ingin sekali melanjutkan pendidikan dimana semua orang datang dari beragam suku dan bangsa yang berbeda sekaligus merasakan dinginnya salju bagi seorang anak perempuan yang bahkan ketika hujan saja sering lemas karena kedinginan. Barangkali ini adalah salah satu yang dapat ayah lakukan untuk tetap ikut menjaga dan membingkai mimpi anaknya tersebut. Dan mimpi itu kini menjadi nyata melalui sebuah jalanan waktu yang telah dirangkai Allah dalam sebuah program yang bernama Ekspedisi Nusantara Jaya.

Ekspedisi Nusantara Jaya atau yang biasa disebut ENJ adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim). ENJ menghadirkan negara dengan cara mengirimkan pemuda-pemudi terbaiknya untuk melakukan pengabdian di wilayah pulau terluar, terpencil dan terbelakang atau WP3K. Sebanyak 3000 mahasiswa dan pemuda serta 68 pelajar diberangkatkan menggunakan kapal perintis dan KRI Dewaruci guna menjangkau WP3K. Dari Sabang hingga Merauke, Dari Andaman hinga Arafuru anak-anak negeri bersemangat  untuk turut serta mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia! Adapun satu orang pemuda hanya dapat memilih satu rute pelayaran yang diwakilkan dalam setiap provinsi di seluruh Nusantara. Dan akhirnya saya memilih rute Kep. Bangka Belitung sebagai wilayah pengabdian saya.

ENJ
Ekspedisi Nusantara Jaya 2017

Seleksi ENJ berbasiskan online. Kita harus melengkapi segala persyaratan yang diminta mulai dari biodata pribadi, surat keterangan sehat, essay mengenai apa yang akan kita lakukan jika lulus ENJ nanti, dokumen bukti ketrampilan, surat izin orangtua, dan surat pengajuan diri. Essay yang ku buat berjudul “Menjaga Laut Sedini Mungkin” yang menceritakan mengenai kegiatan yang akan saya lakukan jika saya dinyatakan lulus seleksi ENJ. Bahwa saya akan mendendangkan dongeng-dongeng kemaritiman keada anak-anak pinggiran. Mereka merupakan garda terdepan penjaga laut di masa yang akan datang. Maka rasa kecintaan dan memiliki mereka terhadap laut harus ditumbuhkan sedini mungkin. Setelah melengkapi persyaratan kita tinggal menunggu pengumuman kelulusan lagi. Jarak antara waktu pendafatran dan pengumuman tidaklah terlalu jauh. Saya lupa tepatnya. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program ENJ silahkan langsung di cek di webnya www.enj-maritim.id. Akhirnya pengumuman ENJ keluar, saya dinyatakan lulus namun bersyarat. Dalam hati bertanya tanya mengapa gerangan diri ini lulus bersyarat. Usut punya usut ternyata satu berkasku yaitu surat keterangan sehat tidak terbaca oleh server. Akhirnya saya re upload surat tersebut hingga dinyatakan lulus. Untuk tim pemuda dengan tujuan koridor Kepulauan Bangka Belitung ada 100 orang yang lulus dengan beberapa cadangan. Siap-siap saja digantikan jika kalian tidak bisa berangkat mengikuti program ENJ. 100 orang pemuda terpilih tersebut terbagi menjadi 3 tim atau kelompok. Sayangnya ketika menuju hari H keberangkatan banyak yang mengundurkan diri. Alasannya beragam, ada yang tidak dapat cuti kerja, tidak ada dana, ada urusan, dll. Seperti timku, tim 3 yang akhirnya hanya memberangkatkan 15 orang saja. Tim 3 pemuda rute Kepulauan Bangka Belitung adalah tim pemuda dengan tujuan Kepulauan Bangka Belitung yang terakhir berangkat. Berbeda dengan tim 1 dan 2 yang berangkatnya berbarengan, kami lebih menyesuaikan tanggal yang disepakati semua anggota tim yaitu dari tanggal 1-10 Oktober 2017. Meskipun lokasi pulau tujuan kami sama yaitu Pulau Mendanau, kami ditempatkan di desa yang berbeda-beda. Tim 1 di Desa Petaling, Tim 2 di Desa Suak Gual dan Tim 3 yaitu timkku di Desa Selat Nasik.

IMG_5017.JPG
Ourteam!

 

Pulau Mendanau adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Beberapa desa yang terletak di Kecamatan ini yaitu Desa Petaling, Desa Suak Gual, Desa Selat Nasik dan Desa Gresik yang terletak di gugusan pulau berbeda dengan ketiga desa lainnya. Sebelah utara pulau ini berbatasan langsung dengan Laut Natuna, sebelah barat dengan Selat Gaspar, sebelah timur dengan kecamatan Badau dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Masyarakatnya berasal dari beragam suku, dominansi oleh Suku Melayu selain itu juga terdapat Suku Bugis, Suku Buton, Suku Jawa dsb yang hidup rukun dan berdampingan satu sama lain. Masyarakatnya menggantungkan hidup pada laut. Bagi mereka laut adalah segalanya.

mendanau
Pulau Mendanau, Kec. Selat Nasik, Kab. Belitung, Provinsi Bangka Belitung

Tanpa terasa hari keberangkatan pun telah dekat. Kami berangkat menuju Bangka Belitung. Perjalanan saya dimulai dengan menaiki travel menuju Palembang pada tanggal 29 Oktober 2017. Saya sengaja mengambil keberangkatan sore hari yaitu pukul 16.00 WIB karena paginya masih harus menunaikan tanggung jawab bekerja. Sampai di Palembang sudah larut malam. Saya sengaja memilih menginap di rumah teman saya Nindia dibandingkan harus pulang ke rumah karena selain jarak antara rumah saya dan bandara yang jauh, tidak ada juga orang di rumah yang bisa saya repotkan pagi-pagi untuk mengantarkan ke bandara. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan pesawat terbang dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menuju Depati Amir airport, Pangkal Pinang. Perjalanan udara ini hanya memakan waktu kurleb satu jaman. Saya sengaja memilih berangkat pagi sekali yaitu pukul 06.00 pada tanggal 30 Oktober 2017. Ditemani teman satu tim saya dari Palembang yaitu Salwa dan Kak Arifin kami sampai di Pangkal Pinang.

IMG_20170930_073521_624.jpg
Saya, Salwa dan Kak Arifin

Matahari bersinar cerah ketika kami tiba di Pangkal Pinang. Ini kali pertama saya mengijaki kaki di tanah yang dikenal sebagai penghasil timah ini. Bayangan Laskar Pelangi, Orang Melayu, pantai-pantai nan indah pun berkelebat di benak saya. Bayangan tersebut langsung teralisasikan di spot-spot foto di bandara. Dengan sigapnya kami langsung mengambil foto di spot tersebut. Dari bandara kami menuju ke rumah saudara teman salah satu tim kami yaitu Mas Wahid. Sekitar 45 menit menggunakan grab kami tiba di rumah budenya Mas Wahid. Ohh ya di Bangka terdapat aplikasi transportasi online daerah yang dapat memudahkan perjalanan teman-teman. Bisa langsung download aplikasinya di playstore namanya Aokjek. Kami dijadwalkan berangkat menuju Belitung pada tanggal 1 Oktober menggunakan Kapal Express Bahari namun sayangnya pada hari tersebut tidak ada jadwal kapal berangkat. Akhirnya perjalanan menuju Belitung harus ditunda ke tanggal 2 Oktober. Hikmah dari penundaan ini kami mempunyai waktu lebih banyak untuk bisa explore Bangka. Sore harinya kami sempatkan mengunjungi Pantai Pasir Padi. Destinasi ini dipilih karena dekat dengan rumah Bude. Sebelum sampai di Pasir Padi jika belum terlalu sore teman-teman bisa mampir di Bangka Botanical Garden yang merupakan kawasan konservasi disana. Di Pasir Padi, teman-teman bisa temukan butiran-butiran timah yang bercampur dengan pasir pantai. Indah sekali pokoknya!

IMG_4394
Sebagian anggota tim di Pantai Pasir Padi

Hari kedua kami mulai perjalanan dari pagi menuju Pantai Tongaci, Sungailiat. Butuh waktu sekitar dua jam dari pusat kota Pangkal Pinang untuk sampai di lokasi ini. Namun lelahnya perjalanan seolah terbayangkan ketika sampai disini. Teman-teman bisa temukan Konservasi Penyu, Patung Teracotta, Museum Barang Antik dan lukisan dan cafe yang bernuansa Melayu lampau serta masih banyak lagi wahana air yang bisa dimainkan. Pantai Tongaci merupakan salah satu pantai terbaik di Bangka dan masuknya pun gratis! Kecuali teman-teman menggunakan wahana permainan air ya hehee

2 Oktober 2017, kami berlima belas orang bertolak menuju Belitung diantar oleh Bapak Polisi nan baik hati menggunakan Busnya. Terimakasih Polisi Air Kota Pangkal Pinang yang telah ikut serta mensukseskan ENJ Babel 2017 ini hehee Dari Pelabuhan Pangkal Balam kami menempuh perjalanan kurleb hampir 4 jam lamanya menuju Belitung. Pengalaman pertama kalinya naik kapal untuk saya. Selama perjalanan sesekali saya pandangi ke luar jendela, Ma Sha Allah sejauh mata memandang hanya hamparan laut yang terlihat. Saya yang tipenya tidak bisa tidur selama perjalanan mencari kesibukkan sendiri selama di kapal. Teman-teman saya pun demikian ada yang main Ludo, ada yang main kartu dan juga banyak yang tidur hahhaaa Akhirnya karena saya tidak kerasan hanya duduk saja saya naik ke lantai atas kapal. Sembari memesan makanan, saya perhatikan penumpang lainnya yang kedapatan duduk di bagian atas. Setelah makan saya kembali explore kapal menuju bagian deck. Ketika di deck saya dapati orang-orangnya, semuanya laki-laki, saya pun takut. Saya kembali ke tempat duduk memanggil teman-teman saya untuk menemani saya di Deck. Akhirnya Mba Rani dan Iqbal menemani saya di Deck. Tapi yaa dasar perempuan satu ini (read:Mba Rani) yang ngakunya bolang tapi tidak kuat menahan terpaan angin laut wkwk. Tersisalah saya dan Iqbal di Deck. Saya menikmati setiap tamparan-tamparan angin laut yang menerpa wajah saya sembari membayangkan video klip Sistar Loving You, ingin rasanya berjoget seperti demikian di atas Deck namun malu hahhaha sementara Iqbal asik mengobrol bersama bapak-bapak di sebelah kami yang ternyata tidak jelas sekali arah pembicaraannya setelah saya nimbrung ikutan ngobrol. Karena kehaluan bapak tadi dan ketakutan saya dengan perawakan beliau akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke tempat duduk kami.

 

IMG_4412.JPG
Salwa yang asyik tidur di Kapal wkwk

Langit sudah gelap ketika kapal kami bersandar di Pelabuhan Tanjong Pandan, Belitung. Dari kaca telah terlihat sekawanan porter lalu lalang siap membantu penumpang dengan berat bawaan di luar kebiasaan. Kami turun satu persatu sembari menuruni barang-barang donasi yang kami kumpulkan untuk pengabdian kami. Ada buku, majalah, susu, obat-obatan, bedak salycil dll. Terlihat Ketua tim kami, Bang Eko sudah sampai lebih dulu di pelabuhan dan siap menyabut kami. Bis Pariwisata milik Dinas Perhubungan pun sudah siap menjemput kami. Terimakasih kami hanturkan untuk seluruh unsur pemerintah Ptrovinsi Kep. Bangka Belitung yang telah membantu kami menunaikan pengabdian ini. Jarak antara pelabuhan Tanjong Pandan dan mess sekitar 15 menit, dekat sekali. Malam ini kami menginap di Mess Kabupaten Belitung sebelum keesokan harinya menuju Pegantungan untuk berlayar kembali menuju Pulau Mendanau.

IMG_4423.JPG
Tiba di Belitung

Habis dzuhur kami bersiap-siap menuju Pegantungan sekitar 2 jam lamanya dari Mess. Sangat jauh bahkan. Kami diprediksi akan tiba di Pulau Mendanau tepatnya di Pelabuhan Desa Petaling setelah menempuh perjalanan laut kurleb 30 menit. Hujan gerimis mengiringi perjalanan kami kali ini. Sebenarnya melalui pelabuhan Tanjong Pandan kami bisa langsung berlayar menuju Pulau Mendanau tepatnya di desa yang kami tuju yaitu Desa Selat Nasik. Sayangnya waktu yang ditempuh melalui rute ini cukup lama dibandingkan melewati Pelabuhan Pengantungan yaitu sekitar dua jam selain itu juga kapal yang mengangkut penumpang tidak setiap hari berangkat.

IMG_20171005_063644_129.jpg
Menuju Pulau Mendanau

Sampai di Desa Petaling kami disambut dengan unsur pemerintah Kecamatan Selat Nasik. Mereka telah menunggu lama karena kapal yang tidak berangkat sesuai jadwal akibat hujan dan angin yang cukup kencang. Kami langsung menuruni barang-barang dan digiring menuju mobil bus yang telah disiapkan. Sepanjang perjalanan, perkebunan pala dan lada menghampar memenuhi pandangan. Jadi terpikir mungkin Ladaku mengambil sumber pasokan bahan dari sini kali ya Hahaha. Sekitar 30 menit perjalanan darat kami sampai di Desa Selat Nasik. Penyambutan tidak berhenti sampai di Pelabuhan Petaling. Di Desa Selat Nasik kami kembali disambut dengan tarian yang berpadu dengan pencak silat. Saya terharu, betapa kehangatan Indonesia merangkul indah disini. Kami diturunkan di Warung Kopi persisi di pinggir laut. Disana warga telah berkumpul dengan ramainya. Dugaan saya Orang Melayu gemar berkumpul di Warung Kopi tidak terelakkan lagi. Selama di Mendanau, dugaan itu menjadi jadi taktala semua kegiatan berlangsung di Warung Kopi. Kami pun tak ketinggalan setiap malam kami juga menjadi Orang Melayu amatir, berkumpul di Warung Kopi hehee

Bersambung ke bagian II…